Rabu, 16 Juli 2014

Si Biang Usil yang Ngangenin :'-)


Tanggal berapa ini? Tanggal 16 JULI!
Pas banget 2 bulan nggak ketemu dan aku melo-semelo-melo-nya.

Dua bulan ini mulai dari prajab yang menyenangkan sekaligus melelahkan tapi punya banyak cerita untuk kubagi dengan mas Insa, lalu tentang kesedihanku karena nilaiku DTSD jeblok, lanjut perasaanku yang gamang tentang mulusnya hubungan ini ke pernikahan.

Rasanya pengen ketemu, pengen cerita lalu nangis. Kalau bisa sekalian menghambur ke dada bidangnya (Yaolo...puasa yar!puasa!!!). Hehehe, habis suka nggak kuat iman juga kalau terlalu lama deket dia, hormon dopamin dan estrogen bersinergi membuatku hampir lupa daratan. Makanya suka sesak napas kalau dekat mas Insa, jangan sampai indera-inderaku menerima godaan dari auranya.

Mungkin karena itu ya, selama bulan puasa ini aku dan mas nggak dipertemukan, padahal inginnya menikmati berbuka puasa bersama, tarawih di masjid yang sama, lalu saling bertukar cerita di malam yang indah... Apalah daya, begitu banyak hal di luar kewenangan kami untuk menjadwalkan pertemuan.

Kadang kesel sih sama Mas, udah berapa kali coba aku secara mendadak seketika muncul di kotanya. Tapi sekaliiiiiiii aja, tinggal berangkat (karena aku pasti meluangkan waktu) kok ya mas Insa ndak bisa... Aku udah hampir diambil orang lain juga, masiiiiiiiih sulit bikin si Biang Usil (kata adeknya sih, kalau menurutku Mas Insa udah mendarah daging usilnya) itu ke kotaku. Jakarta atau Surabaya terserah deh, yang penting ketemu...

*Sampe nangis nih nahan kangennya*

Nggak pernah gandengan tangan juga ga masalah sih, yang penting sini lho,...datang... ngobrol.. sebatas agar aku sadar bahwa dirimu nyata #haissss

Makin lama nggak ketemu aku makin galau, tambahkan laki-laki yang datang silih berganti seolah memberikan harapan yang lebih pasti, tapi aku memilih Mas Insa sih.. *salah satu gombalan biar datang.
Makin lama nggak ketemu aku makin galau, liat timeline isinya temen-temen pada pajang foto lamaran, nikah, hamil ampe punya anak.  Giliranku kapan?? *udah mulai nangis nih*

Padahal aku sangat kompetitif, mulai SD kalau mau pulang dan guruku bilang "Yang paling anteng (diam,red), pulang duluan" Waaaaah,.... aku yang biasanya nggak bisa diam langsung melipat tangan diatas meja dan pandangan lurus ke depan. Demi duluan.

Ujian pun, paling duluan keluar. Karena kalau liat orang lain keluar duluan aku langsung nggak tenang.

Urusan langkah hidup pun sepertinya demikian.
Udah sama-sama dewasa, sama-sama udah kerja (terlepas berapa gaji calon suami dan gajiku yang masih belum cair juga *numpang curcol lagi), apalagi sih yang kurang?

Mungkin aku anaknya nggak mikir panjang sih ya, apa yang akan terjadi setelah pesta pernikahan misalnya. Gimana mau ngasih makan suami kalau masak aja harus liat resep, itupun cuma bisa bikin sambel, sop, tempe, tahu, telor dan indomie. Gimana mau nyetrika dan nyuciin baju suami kalau selama ini masih keenakan pake jasa Mbak Ratna. Gimana mau bagi waktu dengerin suami, kalau pulang kerja aku sering sibuk dengan duniaku sendiri? *Belum lagi kalau udah punya anak*

Belum juga menyesuaikan persepsi saat pacaran gini sama kenyataan nantinya, misal si Ganteng ternyata nggak se-rapi aku (Huwahahahha, pede banget yah aku rapi sekaleee...), atau aku rupanya nggak se-sempurna yang si Ganteng bayangin. Karena hal paling berat adalah tetap mencintai pasangan kita setelah kita tahu kekurangannya (eiiitsss..bahasa Guweeeeh...).

Setelah aku pikir-pikir lagi, hubungan aku dan si Ganteng beberapa hari lalu jadi penuh kegalauan. Nggak se-asyik sebelum kita mikirin kapan saat yang tepat membina rumah tangga (secepatnya sih ya, teteeeeep..... hahahha). Akhirnya aku putuskan mengalihkan semua kegelisahanku, menjalani hubungan tanpa sekalipun lagi menyinggung tentang pernikahan... Hahahah, sebagai lelaki normal aku percaya si Ganteng juga tidak sabar memperistri diriku yang mempesona ini (butuh ember????).

Si Ganteng itu lebih pinter, lebih dewasa, lebih bijak dan berlipat gantengnya kalau menghadapi masalah (menghadapi aku sih sebenernya, si biang masalah), dia jadi cool gitu loh, panik nggak, heboh juga nggak (180 derajat lah dibandingin pasangannya yang *ngaku* mempesona ini). Dia pasti mikirin bagaimana caranya membuat keluarga kecil kami senantiasa bahagia dunia akhirat, kata dia sih demi wanita seistimewa aku semua persiapan harus matang (Arrrghhh.. pegangin aku, aku terbaaaaang).

Intinya percaya aja sih ama si Ganteng, eh... percaya ama Allah (kalau percaya si Ganteng namanya Musrik!) Percaya bahwa kami berdua sedang dipersiapkan agar nanti sama-sama siap dan tidak ada penyesalan di kemudian hari.

Lagian hidup membujang ini menyenangkan juga ternyata, hang out kemana-mana bisa asal cabut aja. Nggak perlu ijin, cukup pemberitauan aja..sapa tau di jalan aku di culik :) *ini ibukota boook*, gak perlu ijin mau beli kosmetik dan perawatan yang harganya bikin aku sendiri sering mengelus dada (dada kucingkuu....). Nggak perlu pusing mikirin masak apa dan budget berapa, pengen Burger King ya langsung cabut, pengen nasi padang langsung beli, pengen indomi ya langsung bikin, Sluuurrrp.. puasa loh ini ya... (bedug maghrib lama amat yah...).

Aku kangen si Usil yang Gantengnya Maksimal itu, yang tiap saat rela direpotin bantuin kerjaanku yang terbengkalai mungkin karena aku sakit atau terlalu lelah. Selalu memberi semangat ketika malas mendera. Selalu menemani saat dibutuhkan. Selalu minta maaf bahkan untuk kesalahan yang tidak diperbuat. Selalu bilang terimakasih untuk hal remeh yang kulakukan....

Dialah the one yang akan menemaniku di sepanjang sisa hidupku.

*semua bilang : Amiiiiin*






0 komentar:

Posting Komentar