Minggu, 27 April 2014

Aku, Kau dan Sekeping Cerita Kita

3 Agustus 2008

Hari itu aku pertama kali menatapmu,Cinta. Kau ada di ujung kursi didepanku, sekilas kau menolehkan pandanganmu ke kanan, dan sepersekian detik itulah pandangan kita bertemu. Hatiku berdegup kencang, perasaanku gelisah, bibirku seketika berucap "Subhanallah...." untuk pertama kalinya. Hanya melihatmu pertama kali itu, di pagi itu, aku berdoa "Ya Allah, berikanlah aku jodoh sebaik dia...."

Dalam hitungan menit tiba-tiba kau duduk di depanku. Mengulurkan tanganmu, entah kenapa aku hanya mengangguk dan segera mengalihkan pandanganku dari parasmu. Lalu selama kegiatan itu, aku hanya berani mencuri pandang ke arahmu, kalau kau menyapaku maka aku akan lari terbirit-birit, segera mencari tempat perlindungan agar kau tak tau aku sedang memperhatikanmu.

Oh ya, semoga kau tidak lupa,Cinta. Tiap malam aku selalu menelponmu, berpura-pura sebagai gadis lain, aku yakin bahwa kau tau siapa penelpon misterius itu meski kau memilih diam. Aku malu,Cinta. Aku malu berani benar aku jatuh hati padamu, lelaki yang berakhlak santun dan bertutur kata halus. Lelaki dengan postur dan wajah sempurna, seolah-olah ketika pembagian komponen wajah dan tubuh di hari penciptaanmu itu kamu berada di barisan terdepan sedang aku termasuk orang-orang di barisan akhir... Dapat sama baiknya sih,tapi tidak se-proporsional dirimu.

Hari-hari berlalu,Cinta. Lalu aku melihatmu dekat dengan seorang wanita yang anggun berjilbab. Kemanapun dia pergi selalu ada kau di sampingnya. Tahukah kau betapa hancurnya perasaanku,Cinta? Tanpa sepengetahuanmu aku membuntuti kalian, melihatmu menatap gadis itu dan tersenyum justru meremukkanku. Saat itu juga aku merasa tertampar...

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).
Qs.An-Nur 26

Bagaimanalah mungkin,Cinta, lelaki sebaik engkau akan jadi jodohku. Saat aku merasa diriku kotor, melakukan hal-hal buruk, dan jauh dari sunnah-sunnah rasul dalam hal ibadah. Perempuan itu lebih pantas untukmu,Cinta. Maka sepulang dari kegiatan yang mempertemukan kita itu, aku mengikhlaskanmu....


Selang beberapa hari, aku memutuskan berjilbab. Aku ingin jodoh sebaik engkau, aku ingin memantaskan diri. Meski niat awal ini ternyata salah, harusnya aku berubah demi Allah SWT, tapi maafkanlah aku saat itu yang dangkal sekali pemikirannya. 


Lalu kita tak pernah lagi berkomunikasi, entah apa yang kau lakukan, berapa banyak hati yang telah jatuh kepadamu dan bagaimana keadaanmu aku tak tau,Cinta. Sesekali selama hitungan berbilang bulan dan tahun kau menghubungiku namun aku tengah menjalin hubungan dengan orang lain.


Karena aku selalu merasa belum pantas bersanding denganmu,Cinta. Kau keajaiban di mataku. Sedang sebagai wanita dewasa yang normal aku membutuhkan perhatian dan rasa sayang, meski tak seharusnya. Beberapa kali hatiku dihancurkan, tapi aku bersyukur Allah menganugerahkan sifat riang gembira padaku. Hatiku cepat sekali pulih, cepat sekali mendapatkan hikmah dan bibir ini selalu diingatkan untuk senantiasa bersyukur. Bahwa aku sedang dipersiapkan untuk hal yang lebih baik dan membahagiakan.


Bertahun-tahun Cinta, kau hilang dari kehidupanku. Bukan berarti aku telah melupakanmu. Namamu yang dua kata itu selalu meluncur di setiap doaku, "Ya Allah berikanlah aku jodoh sebaik............(namamu)" Aku tak minta dirimu, karena itu berarti aku memaksakan kehendakku, tapi aku meminta sebaik engkau... syukur-syukur kalau memang dirimu tercipta hanya untukku,Cinta.


Hingga di Agustus 2013, tepat 5 tahun sejak pertemuan pertama kita, kau menghubungiku. Suaramu masih sebaik yang aku ingat, sedikit lebih berat karena faktor usia. Saat itu aku marah kepadamu,Cinta. Mengapa kau selalu menghubungiku saat aku sedang menjalin hubungan dengan orang lain? Perasaanku masih tetap ingin jodoh sebaik engkau,Cinta. Sedang aku tak sampai hati meninggalkan orang yang menggantungkan harap padaku. Namun entah mengapa, setiap kali kau menghubungiku, hanya hitungan hari Allah selalu menunjukkan bahwa kekasihku saat itu bukanlah jodohku.


September 2013

Kau mulai berinteraksi denganku secara intens, setiap hari ada saja cerita yang kita sampaikan. Aku suka caramu mendengarkanku dan aku suka caramu mengajarkanku untuk "mendengar". Karena selama ini aku terlalu banyak berbicara dibanding mendengarkan. 
Aku bahagia dengan interaksi kita, dan aku takut.. takut bila hatiku lebih dalam terpikat padamu sedangkan kau bukan untukku. Aku takut, takut Allah cemburu dan mengambilmu dariku. Ketika kau berkata bahwa kita harus mengakhiri interaksi kita, karena kau takut hatiku yang rapuh ini terluka, seketika itu juga aku tergugu di sepanjang malamku,Cinta...

Aku menangis di setiap shalat istikharahku, aku tersedu-sedan di setiap sujud malamku. Aku tahu aku tak akan sepandai engkau dalam ilmu agama, ilmuku begitu dangkal.... yang aku tahu hanya bahwa aku hidup harus bermanfaat bagi orang lain, yang aku tahu bahwa aku tak boleh menyakiti hati siapapun..


Lalu kau hadir kembali, dalam keadaan aku lebih ikhlas, dalam keadaan hatiku lebih tenang. Kita berinteraksi lagi lebih intens, Aku tak berani berspekulasi bahwa kau memiliki perasaan khusus padaku. Sikapmu yang santun dan baik di pertemuan pertama kita bulan Nopember 2013 itu aku artikan bahwa kau memang sangat baik dan santun pada semua orang. Betapa ringan tangannya dirimu membantuku juga aku artikan bahwa kau memang pribadi yang suka menolong.


Semakin mengenalmu justru menggiringku menjadi pribadi lebih baik. Aku belajar bicara lebih santun, bersikap lebih sopan, berpikir lebih dewasa, beribadah lebih banyak, dan belajar ilmu agama lebih dalam. Secara bersamaan aku belajar lebih ikhlas, aku jadi tahu bagaimana cara kerja "Jodoh", bagaimana menggantungkan harap dan beribadah semata-mata harusnya hanya demi Allah...


Berbilang bulan telah berlalu, entah mengapa beberapa hari terakhir itu perasaanku menjadi sangat condong kepadamu. Tiba-tiba muncul keberanian di hatiku untuk menemuimu, sedangkan sepenuhnya aku sadar bawa aku wanita yang seharusnya diam saja,Cinta. Entah mengapa, hampir setiap malam aku bermimpi kau memintaku mendekat, lantas mengajakku shalat berjamaah.


Maka ketika Diklat Teknis Umum ditutup, dan aku mendapatkan hadiah libur di hari Kamis, bersamaan dengan libur di hari Jumat, aku secara spontan menuju kotamu,Cinta. Sekalipun kau memintaku untuk istirahat karena kondisi fisikku yang sedang lemah ditambah lenganku yang sedang sakit, aku tak mengindahkanmu. Maafkan aku, karena keinginanku justru membuatku melampaui kemampuan tubuhku.


Tepat pukul 19.00, aku meninggalkan Pusdiklat KNPK di bilangan Sektor V, Bintaro, Tangerang Selatan. Ditemani oleh rekanku, Mas Fuad yang bertolak ke Semarang mengunjungi istrinya dan Ramdhany yang hendak kembali ke kos di Jakarta Pusat. Kami naik angkot ke Stasiun Pondok Ranji, selanjutnya kami naik KRL menuju Stasiun Tanah Abang, dari sana kami melanjutkan naik kereta ke Kramat Sentiong. 


Kami diburu waktu,Cinta. Berkali-kali aku harus terengah-engah membawa tas ransel diklat yang aku isi pakaian-pakaian ala kadarnya, seringkali aku harus membawanya dengan tangan kiri atau memeluknya erat-erat karena lenganku cenut-cenut . Bertambah pula karena tali ransel yang dibeli dengan uang rakyat ini tiba-tiba jebol. 


Kami dan Ramdhany berpisah di Stasiun Kramat Sentiong, aku dan Mas Fuad langsung naik bajaj menuju halte busway Senen. 


Subhanallah, tak kusangka perjalanan malam itu akan membuatku berpindah-pindah moda transportasi,Cinta. Tepat di halte busway ranselku rusak, talinya terlepas, dan sepanjang sisa perjalanan aku harus memeluknya. Kami naik busway sampai di Pulo Gadung. Aku takut terminal, aku takut segerombol orang, aku takut mereka menatapku lekat-lekat... Beruntungnya aku ada teman seperjalanan, dari terminal kami masih harus naik angkot lagi. 


Akhirnya kami mendapatkan bis ke Semarang tepat pukul 23.00, lalu salah satu teman kami yang bernama Catur masuk ke bis yang sama. Dia akan mengunjungi istrinya di Brebes. Subhanallah... aku kagum pada mereka, hampir tiap minggu mereka pulang, menempuh perjalanan sepanjang dan seberat itu demi bertemu belahan hatinya. Saat itu aku baru sadar, pantaskah aku menemuimu? Aku tak punya alas hak yang sah untuk menemuimu selain karena mimpi-mimpiku yang datang tiap malam....



Sepanjang perjalanan aku tak habis pikir, aku ini takut naik bis, takut naik angkot, fobia berdesak-desak-an di Busway dan tak biasanya pergi tanpa ijin begitu saja. Tapi malam itu berbeda, entah kekuatan dan keberanian macam apa yang membuatku berani menjejakkan kaki pada hal-hal yang tak biasanya..


Dua belas jam berlalu, bis kami tak juga tiba di Semarang. Kami terjebak macet, dan demi membunuh waktu kami pun bercerita. Apapun, tentang mas Fuad dan mas Catur, tentang keberanian dan bagaimana hati mereka mantap untuk menikah, sedang aku hanya mendengarkan dengan seksama. Sesekali aku menceritakan tentang engkau, pertemuan pertama kita yang membuat pipiku merah hingga bertahun-tahun berlalu dan kau masih sempurna menghuni hatiku.


Jam 13.00 , kata Mas Fuad bis kami akan masuk semarang dua-tiga jam lagi. Aku turun, minum segelas teh hangat sambil menunggu Mas Fuad, siapa tau dia mau makan bareng. Lima belas menit menunggu, ah lama sekali Mas Fuad di toilet. Akhirnya aku masuk ke bis, dengan kondisi naga peliharaan di perut lagi kelaparan. 


Tiba-tiba jreeeng...jreeeng... Mas Fuad masuk ke bis dengan kondisi wajah bersih dan harum semerbak. Waaaaah....Mas Fuad mandi!!!!

Aku galau, langsung bercermin. Astaghfirullah, wajahku kusam, kuyu, pakaian ala kadarnya yang aku pakai sepertinya juga tak pantas kugunakan untuk menemuimu,Cinta. Kau tentu lelah mengendarai motormu lebih dari dua jam untuk menjemputku, dan aku ingin optimal menyambutmu. Maka Mas Fuad meminjamkan sabun mandi dan sabun cuci muka. Demi apalah ini Cinta, aku bahkan tak membawa perlengkapan mandi saat beranjak ke kotamu. 

Alhasil aku mandi dengan tempo sesingkat-singkatnya, secepat kilat dengan pakai sabun mandi mas Fuad yang for Mens itu, plus sabun cuci muka (thanks Allah, mas Fuad sabun cuci mukanya Ponxxxs) hihihi,, rupanya mas Fuad lelaki berwajah barbie... :p


Tetap saja, aku dimarahin orang satu bis... :( Karena aku membuat mereka mencariku, sednag mas Fuad dengan cueknya di bagian belakang bis, diam saja sambil cengar cengir tau aku dimarahin.... hehehhe...

Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menghormati dirimu dengan tampil layak di hadapanmu,Cinta...

Pukul 16.30, aku turun dari bis, dan kau menghampiriku, membawakan tas ranselku lantas berjalan beriringan denganku. Aku tak tau harus bagaimana, perasaanku lega telah bertemu denganmu, lega melihatmu baik-baik saja. Kau pun mengantarkan ku menyelesaikan urusan finansialku, bayar ini itu, transfer ke si Fulan dan Fulanah. Kemudian kita menuju masjid, menunaikan Shalat Ashar. Sedangkan kau menunggu dengan kesetiaanmu di bawah pohon (aku tak tau nama pohon itu,Cinta. Aku tak sempat berkenalan dengannya).


Kau menundukkan pandanganmu di depanku,Cinta. Hal yang membuatku selalu menyimpan kagum. Tak seperti diriku, yang kedapatan seringkali melepaskan dahaga kerinduanku, menatap wajahmu lamat-lamat, sampai kau mengingatkanku dengan tersipu malu dan beralih. Maafkan aku Cinta, terlampau lancang mata ini padamu...


Aku berjalan di sebelah kirimu, lalu kau tiba-tiba menyampirkan jaket di bahuku, membuatku terkesiap, dan kau tertawa. Kau usil, kau jahil, ralat... kau memang super usil dan super jahil. Lalu kita melanjutkan perjalanan ke Jepara, dengan sepeda motor kesayanganmu dan helm mu yang aku pakai semena-mena karena aku tak mau pakai helm yang basah. 


Kulihat ekspresi wajahmu,Cinta. Kau tak memberengut, kau pun rela memakai helm yang basah tanpa sedikitpun mengeluh. Ajarkan aku bagaimana agar lisan ini tak banyak mengeluh dan senentiasa bersyukur. Ketika adzan maghrib terdengar, kau membelokkan arah motor kita ke sebuah surau. Kau selesai wudhu lebih dulu dan aku menyusul di belakangmu. 


Aku ingin diberi kesempatan shalat berjamaah bersamamu, sayang kau tak mengajakku. Kau selesai lebih dulu, menungguku di depan surau. Aku sendiri masih sibuk dengan doa-doa ku Cinta. Dekat denganmu itu godaan terbesarku, maka perlu bagiku melindungi hati ini, agar dia tak jatuh di tempat yang salah. Dan karena sejujurnya hati ini telah jatuh bertahun lalu padamu, maka semoga engkau adalah orang yang benar. 


Kita melanjutkan perjalanan, dengan aku mengeluh lapar. Sebenarnya kau berulang kali mengajak makan, sayangnya aku bingung mau makan apa. Perjalanan sehari semalam mulai dari Bintaro sampai Jepara membuat naga peliharaan di perutku kelaparan, dan dia bersorak riang menemukan bakso. Kau pun menghentikan laju motor kita, aku masuk dan memesankan bakso untuk kita, sekaligus minuman hangat.


Ingatkah kau perjalanan pertama kita ke Jepara, kau memintaku mengaduk gelasmu di depan teman-teman kita. Mungkin sejak itulah,Cinta, setiap melihat gula mengendap di dasar gelas minumanmu aku selalu mengaduknya.  Ini menjadi kebiasaanku di perjamuan makan kita berikutnya, hal kecil yang semoga membuatmu selalu teringat padaku. Perempuan yang mengagumimu sepenuh hati.


Sampai di Jepara, kau membawaku ke sebuah penginapan, sebelum aku masuk bahkan kau memeriksanya terlebih dahulu. Memastikan aku akan beristirahat di tempat yang nyaman dan aman. Lalu kau mencari tukang urut untuk lenganku yang sedang bermasalah ini, ditemani seorang sahabatmu. Sayangnya tukang urutnya sudah tutup, sehingga kita memutuskan untuk makan (lagi). 


Malam sudah berganti pagi, kau mengantarku kembali ke penginapan. Aku ingat sekali malam itu,Cinta. Kau duduk di teras cottage penginapanku, tiba-tiba kau menyodorkan satu pertanyaan  : "Maukah kau menjadi istriku?"


Duniaku limbung. 

Bulu kudukku meremang.
Mataku berkaca-kaca.

Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar...

Aku tak tau bagaimana melampiaskan bahagiaku, Cinta.
Hampir enam tahun lalu aku bergumam mengingkan sosok seperti engkau menjadi penggenap agamaku.
Melalui proses berliku, doa-doa panjang dan perbaikan demi perbaikan.. Allah memberikan anugerah tak terhingga melalui pertanyaan sederhanamu.

Maka pembicaraan kita malam itu berkisar kesiapan kita masing-masing, tanggungan dan pekerjaan kita.. Aku sadar bahwa aku pun butuh persiapan matang untuk berani bersanding denganmu, masih banyak hal yang harus kupelajari agar ketika menjadi istrimu aku tak sekalipun mengecewakan, agar sejak menjadi istrimu dan hingga maut memanggilku kau selalu ridho padaku.


Malam itu, di hari Jumat yang selalu spesial bagimu, apa yang aku rasa selama perjalanan PP selama 53 jam seakan luluh. Lebih-lebih doaku saat shalat Maghrib untuk berkesempatan shalat berjamaah denganmu menjadi nyata, kau menjadi imamku untuk shalat Isya' kita malam itu. Dan disetiap doa shalatku malam itu, air mataku berlinangan saking bahagianya.


Terima kasih ya Allah, terima kasih.

Doa yang kupanjatkan selama ini menjadi kenyataan, dikabulkan disaat dan pada orang yang tepat.
Semoga kami diberi kekuatan dan kebahagiaan dalam hubungan ini.

Amin...








May I Become Mrs. Insa, God ?

Weekend Notes 

Do you know, I love Saturdays and Sundays. Because this is only in the two days I was free to reach him, to spend my time without being bored lying in bed and listening to his voice.
I am the true sanguinis is willing to exchange the habit with a day in the room that he asked me to rest. When I used to complain that my insomnia relapse, then heard his voice all night till dawn, I will not mind.

I wonder what my feelings to his name, calling it love it feels too fast. But I do care about him. I'm worried about him.

But I'm afraid, afraid not good enough for him. He is so enchanting, behavior, intelligence, everything.


Six years ago and I still hope to be his wife.

May I... ?

*********************
November 2013

Aku Cemburu ...

Tahukah kalian rasanya cemburu?

Cemburu itu seperti hutan kering disulut api.. berkobar-kobar.
Apalagi bagi perempuan. Terlebih lagi perempuannya sepertiku. Komplit.

Malam ini aku kembali ke Surabaya, naik kereta istimewa ku duduk di muka.. (eh,kok malah nyanyi??)
Sepanjang perjalanan, lelaki yang kukagumi menemani sembari sms dan sesekali menelepon. Entah mengapa tiba-tiba dia memutuskan hubungan telepon.

Seketika aku galau, apalagi beberapa hari sebelumnya firasatku tak nyaman. Seolah-olah dia melakukan hal yang membuatku kehilangan perhatiannya. Apalah aku ini, pacar bukan (jangan sampe....), istri bukan (semoga akan..hahahah)..

Akhirnya aku pun disapa oleh salah satu sahabatnya, bercerita ini itu. Hingga tibalah si Sahabat ini bercerita bahwa lelaki sederhana suami impianku ini mengantarkan seorang wanita pulang. Wanita yang juga jatuh hati padanya.

Sempurnalah luka di hatiku. Mengkal tak karuan, tapi mau marah juga tak berdasar secara aku tak punya kejelasan status apapun. 

Tapi namanya perempuan, mengkal ya tetap mengkal. Jadilah sepanjang perjalanan di kereta itu air mataku menitik, dan harus mati-matian kutahan selama di Surabaya. Harusnya jadi momen terindah berkumpul dengan orang tua, tapi sayangnya suasana hatiku buruk.

***************************

Ditulis di kereta sepanjang malam itu, esok malamnya kami berkomunikasi kembali, dia menjelaskan keadaan saat itu. Dan aku bersyukur dia lelaki yang bertanggung jawab, sekalipun hati ini sedih karena dia membohongi pertanyaanku...

Yaa Rabb, jadikanlah dia pendamping hidupku, cinta terpendam sejak bertahun lalu....

****************************


Februari 2014

Teruntukmu Imamku

Teruntukmu Imamku,

Aku tak meminta harta melimpah darimu
Cukuplah menjadi orang yang welas asih dan dermawan

Aku tak menuntut ketampanan mu sepanjang waktu
Cukuplah senyummu menggenapi perasaan

Aku tak menuntut umur panjang darimu
Cukuplah selalu ada saat kubutuhkan

Andai bisa kuteriakkan namamu,cinta
Sayangnya hati ini hanya bisa mencintaimu dalam diam
merindukanmu dalam doa...


Januari, 2014