Rabu, 04 Juli 2012

Komitmen

Assalammualaikum,

Tahun lalu hubunganku dengan mas Wiji mendapatkan cobaan dari pihak orang tuaku yang tidak setuju aku menikah dengan lelaki yang usianya terpaut cukup jauh. Melalui pembicaraan intense, perselisihan demi perselisihan hingga perang dingin yang terjadi akhirnya meluluhkan hati orang tuaku.

Berbesar hati mereka akhirnya mengijinkanku untuk melanjutkan hubungan dengan mas Wiji, tanpa perlu perselisihan dan pertemuan diam-diam kami lagi. Alhamdulillah.

Pada bulan kedua setelah restu itu hadir, orang tuaku mulai bertanya arah hubungan kami. Masih dengan mantap aku menjawab bahwa kami serius. Bahkan impian untuk melangsungkan lamaran pada hari Ulang Tahunku seakan tampak nyata. Tapi bulan demi bulan berlalu, aku berusaha menyampaikan pada mas Wiji mengenai komitmen, dijawab hanya dengan anggukan kepala, tatapannya yang penuh cinta dan rencana yang dia simpan untuk dirinya sendiri.

Bulan demi bulan kembali berlalu begitu saja, hubungan kami dipenuhi suka dan duka. Terkadang kami begitu rukun tapi tak jarang pula aku yang biasanya meributkan sikap dan sifatnya. Padahal dari awal dan sepanjang hubungan kami selama ini aku sudah mengetahui bagaimana dirinya, tetapi tetap saja ada hal-hal yang membuatku kesal dan aku berharap dia nggak melakukan kesalahan yang sama lagi.

Sesekali ayahku mengangkat topik, kapan mas Wiji dan Ibunya kerumah. Makin sering ayah bertanya dan mama berusaha memberikan kesan bahwa orang tuaku nggak memaksa untuk cepat-cepat, maka semakin tidak yakin aku harus menjawab bagaimana.

Mas Wiji sudah mengutarakan apa yang menjadi hambatan saat ini, Ibunya. Ibu masih meminta mas Wiji berfikir lagi. Dan yang aku sesalkan mungkin Mas Wiji juga kurang meyakinkan ketika berkata dan setelah kakak Mas Wiji membantu bicara dengan Ibu, Mas Wiji tidak ada follow up lagi. Alasan Mas Wiji karena dia belum ketemu dengan ibunya.

Minggu-minggu ini orang tuaku mulai sering membicarakan tentang Mas Wiji. Beliau tidak ingin ada kesan kami yang memaksa mempercepat pernikahan, aku juga di posisi yang serba salah. Apalagi sejak pembicaraan harta saat itu.

Keluarga yang memang tidak punya warisan mungkin memang tidak sepantasnya mengajukan anaknya ke keluarga yang sudah mempersiapkan harta untuk anak-anaknya. Nggak, aku juga nggak mau muncul pemikiran seperti itu. Aku nggak pernah tau harta mas Wiji apa aja dan dimana aja, aku nggak pernah berpikiran menikmati harta warisannya, Astaghfirullah...

Tapi aku mengerti pemikiran orang tuaku, usia mas Wiji yang saat ini 31 tahun tentu membuat orang tuaku berfikir bahwa pernikahan harus segera dilangsungkan untuk menjagaku sendiri. Orang tuaku yang menikah di usia 28 tahun saja merasa bahwa pernikahan mereka terlambat, akibatnya saat anak-anaknya masih membutuhkan biaya, orang tuaku masih harus bekerja keras di usia yang sudah bisa dikatakan saatnya beliau beristirahat dan kami yang menyenangkan hati beliau...

Orang tuaku juga mengherankan mengapa tahun lalu kami begitu fight memperjuangkan hubungan kami, tetapi begitu mendapatkan restu orang tuaku, justru tidak ada lagi pembicaraan atau langkah-langkah kami ke arah serius.

Aku paham bahwa Mama memang menginginkan pesta pernikahan yang meriah,secara aku adalah anak perempuan satu-satunya, sedang ayahku berharap biasa-biasa aja. Sekalipun sebenernya aku punya impian pesta pernikahan sendiri, tapi dengan usiaku, tabunganku dan pemikiran-pemikiran lainnya seiring bertambahnya usiaku, impian itu akhirnya menjadi sebuah hal yang selalu bisa dinegosiasikan.

Sebagai laki-laki mas Wiji diharapkan punya target mau dibawa kemana hubungan ini dan kapan step by step yang harus dia lakukan akan terwujud. Kalau sekedar niatan menikah tahun ini tanpa ada target step by step sama saja masih ambyar...

Dan orang tuaku mengingatkanku untuk mulai menarik diri darinya, menjaga hatiku yang mudah hancur ini untuk tidak terlalu berharap...

Aku yakin orang tuaku berusaha memberikan pemahaman yang baik untukku.

Laki-laki itu pemimpin. Jika dia tidak bisa menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, jika dia tidak bisa menentukan langkahnya kemana dan kapan maka laki-laki itu tidak cukup baik bagimu. Komitmen itu begitu mudah dijanjikan tapi tidak dengan tindakannya.

0 komentar:

Posting Komentar